top of page

Alasan Perusahaan Rintisan Berakhir



Selain masalah utama perusahaan rintisan yang belum menemukan product market fit, tidak ada-nya kebutuhan pasar ataupun run out of cash, masalah terbesar lainnya yang saya notice adalah komposisi tim yang kurang tepat.


Selama saya membangun bisnis bersama partner, yang saya temukan banyak sekali responsibility yang "offside".


Simple thing:

❗️Siapa setoran apabila ada uang tunai ?

❗️Siapa yang menyusun proposal apabila ada kerjasama?

❗️Siapa yang tanda tangan kontrak atau dokumen legal perusahaan?

❗️Siapa yang berhak memutuskan yes or no perihal big decision?

Apakah CEO? atau pemegang saham terbesar?


Membangun perusahaan rintisan bukan hanya mendelegasikan partner anda untuk mengurusi per divisi. Contoh, Andrew jago di sistem informasi, berarti dia ngurusi Operational a.k.a COO atau Angel jago ngomong dan berpenampilan menarik, dia pasti bisa ngurusin Marketing a.k.a CMO.


Percayalah saya sudah pernah mengaplikasikan-nya dan gagal total. Manusia itu makhluk emosional. Kita tidak tahu kapan values, beliefs dan mimpi mereka berubah. Liat aja berapa banyak co-founder star-up unicorn yang mendirikan perusahaan rintisan mereka sendiri. Saya yakin mereka sangat antusias diawal, setelah merenungi, beliefs yang diyakini berubah (beda visi misalnya).



Ok kita masuk ke isu utama, yakni alasan klasik perselisihan para founder start up.


1. Komposisi Tim Tidak Tepat

Pengelompokan pendiri berdasarkan kompetensi memanglah penting, termasuk karakter para pendiri. Sering kali saya melihat, penunjukan leader yang kurang bijak. Dalam hal ini kepemimpinan seorang founder haruslah orang dengan karakter dominan. Apabila karakter founder tersebut Beta, mereka harus mencari co-founder dengan karakter Alpha.


Pernah nonton drama korea "Start-up" di Netflix? Ingat tokoh Nam-Do San yang memilih leader Dal Mi sebagai CEO tim nya? Yap tepat! Sebagai founder dia cakap memilih sosok untuk menutupi kelemahannya dalam memimpin, yaitu seorang co-founder yang mampu menciptakan peluang - peluang baru diperusahaan rintisannya.


2. Pembagian Posisi dan Kontribusi Tidak Jelas

Iri, marah dan jealous. "Lah kok gua kerja lu ngga? Kemarin gua yang kerjain, sekarang lu dong."


Simple ya casenya, tapi toxic. Remember, tidak ada manusia yang sempurna. Jadi untuk peran masing - masing founder, ada baiknya ditulis di kertas hitam putih. Apabila tim makin besar, potensi konflik antar fraksi tidak lah perlu lagi dikhawatirkan.


Remember. Business is professional, not personal. Apabila rekan setim lu ada yang kritik sesuai perjanjian hitam putih tersebut, jangan baper. It's for the sake of your business, not you as a personal.


Gw pernah bilang juga ke tim, kalos saat meeting, ada yang teriak permasalahin project ataupun teknis kerjaan yang gak beres, dengan intonasi yang tidak mengenakan, ya maklumin saja karena substansi nya perihal kerjaan. Kecuali ada founder lain tanyain,"Kok lu pake baju nya itu-itu aja sih?" Nahhh kalo itu personal, tak jewer nanti.


3.Perbedaan Visi Para Pendiri

Bayangin tiba - tiba ada perusahaan yang mau akusisi perusahaan rintisan anda? Atau market yang stagnan membuat perusahaan harus pivoting, kemana arah dan tujuannya? Apakah visi bersama awalnya harus diubah?


Sayangnya tidak banyak pendiri start-up yang rela mengikis ego pribadi mereka masing - masing untuk mengalah terhadap sikon. Mungkin lebih dari setengahnya memilih untuk menyudahi saja kebersamaannya. Sedikit yang siap untuk berubah menghadapi uncertainty dalam siklus usaha. Idealisme diatas segala galanya bukan?


Bayangkan, apabila anda dan rekan anda lainnya dapat menyingkirkan ego pribadi. Tidak ada yang namanya 2 kubu ataupun politik di tubuh organisasi. Anda dan rekan saling memuluskan rencana masing - masing demi pertumbuhan perusahaan. Sanjungan dan penghargaan akan berbanding lurus kedepannya.


Konklusi

Ingat, membangun perusahaan rintisan itu tidaklah seindah film - film yang anda tonton. Banyak rekan sejawat saya yang memulai bisnis bersama teman lainnya dengan antusias, ditengah - tengah, intrik konflik mulai muncul dan akhirnya mereka pun bubar. Sebanyak 80% - 90% start up gagal di tahun pertama. Salah satu masalah utama yakni perselisihan para pendiri.


Anggaplah anda seperti berlari marathon, bukan lomba lari 100 meter ataupun 200 meter. Tidaklah penting menjadi yang tercepat tetapi terjatuh saat pertandingan. Jauh lebih baik berlari pelan tapi mencapai garis finish.

Comentarios


bottom of page